Friday, January 11, 2013

AKU MEMILIH UNTUK BERDAMAI DENGAN KEADAAN


 

Berawal ketika membuka akun Friends Request di salah satu jejaring sosial. Aku tidak kenal dengan orang yang punya nama akun *e**y N*r**. Aku tidak peduli siapa dia. Yang penting aku sudah menyelesaikan kerjaan ku,mengkonfirm pertemanan di jejaring sosialku. Awal mula kami komunikasi ketika dia mengajak aku chating. Seperti biasa,sifat cuek terhadap orang baru yang sudah mendarah daging samaku keluar.Semua pertanyaannya aku jawab berdasarkan apa yang ditanya, tidak ada yang namanya basa-basi. Basi mungkin.

Kesan pertama sedikit illfeel liat dia,ketika dia bilang mamanya boru Sinaga. Jujur saja,aku tidak percaya sama sekali. Tapi,ketika dia sendiri tidak mengerti sama sekali tentang  Pariban,baru aku percaya kalau mamanya boru Sinaga. Kemudian dia minta nomor hp ku,seperti biasa lagi sikap cuekku kambuh. Aku suruh dia ambil sendiri dari info di akun jejaring sosialku,tapi katanya tidak ada. Aku tidak tahu dia beneran lihat atau malas lihat. Akhirnya aku kasih nomor hp ku sama dia. Kami pun mulai smsan,tapi tidak dalam jangka waktu yang lama. Mungkin hanya satu hari itu saja kami smsan. Aku tidak ingat. Kami pun tidak ada komunikasi untuk dalam waktu yang sedikit lama.

Tidak tahu ntah angin dari mana,aku mengkomentari status dia di jejaring sosial tersebut. Menurut ku status dia sedikit menarik perhatian ku. Status GALAU yang tidak jelas. Komentar tersebut berlanjut terus. Ngobrol lewat komentar status Facebook itu sangad nyambung. Bawaannya ketawa terus baca coment itu. Ada sedikit rasa tidak sabar untuk menunggu balasan komentar dari dia.

Kemudian komentar-komentar tersebut berlanjut ke sms. Aku menikmatinya.
Kemudian muncul perasaan menunggu-nunggu sms dari dia. Menanti-nantikan pesan singkat dari dia. Cerita-cerita lucunya. Kejahilannya lewat kata-katanya. Resenya. Isengnya. Aku mulai terbiasa dengan itu semua. Dan mulai merasa kecarian kalau itu semua tidak segera datang. Akhirnya,aku pun menjadikan itu semua menjadi kebiasaan. Seperti halnya aku biasa makan,minum,tidur,dan lain-lain. Dan ada sedikit rasa terganggu,sedih (ntah apalah namanya itu) begitu melihat isi album di profilnya.

Kemudian,aku merasa diriku terancam. Terancam akan “jatuh” dihal yang sama.
Awalnya aku takut kalau ini semua hanya sebelah pihak. Niat awal aku mau mengundurkan diri pelan-pelan,sebelum dia menyadari semuanya. Ternyata dia terlalu cepat menanggapi situasi. Semuanya jadi terbalik. Malah dia yang mau mengundurkan diri,tidak secara pelan-pelan tapi spontan. Aku tidak bisa terima hal itu. Gak tau kenapa,aku tidak mau dia menjauh.

Akhirnya aku jujur tentang semuanya. Tentang semua kegelisahanku dan semua yang kurasain. Aku hanya sekedar jujur saja. Tidak minta apa-apa dari dia. Ternyata aku salah. Aku salah mengira kalo semuanya cuma aku saja yang ngerasainnya. Akhirnya dia menyuarakan apa yang kupendam sendiri selama ini. Sebenarnya aku masih sedikit ragu dengan apa yang disuarakannya itu. Gak mungkin secepat itu. Ntah lah,dia lah yang tau itu.

Dia menanyakan hal sama padaku,kenapa bisa secepat itu aku seperti ini. Aku hanya menjawab kalo itu lah kelemahanku,terlalu mudah percaya pada orang lain. Mungkin karena aku terlalu sering mengikutsertakan si Perasaan didalamnya. Jadi,si Perasaan yang pegang kendali saat itu.

Kemudian dia menawarkan ku sebuah posisi yang sangad penting. Posisi yang menurutku sangad berharga. Aku menerima posisi itu. Menerima posisi itu tanpa ada paksaan dari pihak manapun. Aku juga menerima posisi itu dengan kesadaran penuh. Aku sepenuhnya sadar kalo aku harus menerima konsekuensi untuk rasa sakit yang mungkin aku hadapi suatu saat. Karena aku yakin,keduanya itu berjalan bersamaan meskipun tidak berdampingan. Tapi mereka tetap berjalan bersamaan.

Aku menikmati posisiku sekarang. Dia banyak mengajariku hal-hal yang masih baru untukku. Membuatku sedikit tidak karuan. Membuat rasa penasaranku semakin menjadi-jadi. Menunjukkan kepadaku hal-hal yang sedikit ekstrim.

Kemudian dia jujur tentang suatu hal. Hal yang menurutku masih sulit kuterima dengan akal sehat,pikiran,maupun perasaan. Sok kuat. Ya,itu lah yang kurasain awalnya. Ternyata rasanya seperti nabrak pintu sewaktu aku dikampus. Sakit. Jelas saja sakit. Bingung,kaget,sedih,gamang,dkk. Aku sedikit menjaga jarak. Bukan untuk apa-apa. Hanya untuk menenangkan diri sejenak. Tapi aku punya kepercayaan semuanya itu hanya sementara. Dan betul. Semuanya hanya sementara. Semuanya kembali seperti semula. Kami tertawa bersama lagi. Memulai keisengan masing-masing.

***

Bersamaan dengan berjalannya waktu,semakin banyak yang kuketahui tentang masalalunya. Tentang perasaan yang dirasakannya hingga sekarang. Dan adanya beberapa kemiripan sikap dan sifat antara yang dulu dengan yang sekarang. Sesuatu yang bernama “Galau” kembali menemuiku. Aku lagi-lagi bingung,kaget,sedih,gamang,dkk. Aku lagi-lagi tarik diri untuk sementara. Lagi-lagi mencoba untuk menenangkan diri. Tapi,untuk kali ini sedikit sulit. Hal ini sudah menempati sedikit bagian di pikiran dan perasaanku.

Akhirnya aku sadar. Gak ada gunanya untuk menangisi keadaan. Gak  ada gunanya marah sama keadaan. Gak ada gunanya lari dari keadaan. Aku memilih untuk berdamai dengan keadaan. Aku memilih untuk bersikap optimis pada keadaan. Aku juga harus terima kalau ternyata aku sebenarnya belum bisa masuk kedalam hatinya. Mungkin harus antri.

Tapi,meskipun seperti itu.Masih ada yang mengganjal didalam sini. Awalnya aku tidak tau itu apa. Ketika aku lagi melarikan diri seperti biasa ke lantai atas,akhirnya aku tau apa penyebabnya. Aku takut. Aku khawatir. Semua yang kami lalui selama itu sudah pernah dilaluinya dengan yang dulu. Aku khawatir kalau semua yang kami lalui adalah flash back dari cerita-cerita mereka yang dulu. Semua kejadian-kejadian mereka dulu aku review kembali.

Aku jadi merasa kalau aku tidak bisa menjadi diriku sendiri ketika bersamanya. Aku takut dia menyayangiku karena dirinya yang dulu terpantul lewat diriku. Aku takut dia melihat bayangan dirinya yang dulu lewat diriku.

Hmm....Dengan berjalannya waktu lagi,perasaan mengganjal itu lama-lama menguap. Hilang secara perlahan. Aku mulai bisa berdamai dengan keadaan. Aku mulai bisa menerima keadaan. Aku berpikir,”Boleh saja sekarang aku tidak bisa menggantikannya disana,tapi aku yakin suatu saat,ntah kapan pun itu,aku bisa menggantikannya disana.” Aku yakin dimana suatu saat keadaan pasti berpihak kepadaku. Aku juga yakin,ada hal-hal yang tidak dimilikinya yang kumiliki.

***

Semuanya berjalan baik-baik aja. Yaa...begitulah kira-kira yang kurasakan. Tidak ada sedikitpun rasa mengganjal. Sedikit pun gak ada. Kemudian dia tiba-tiba memberitahukan kepadaku sesuatu hal. Hal yang sampai sekarang aku tidak tahu kebenarannya. Yaitu,adanya ketidaksetujuan dari pihaknya.
Aku bisa terima hal itu. Gak mungkinkan aku paksakan kehendakku sama keluarganya. Akhirnya kami menjalani hubungan Backstreet (mungkin). Aku tidak mempermasalahkannya asal dia bersamaku dan selalu ada untukku. Dia mengaku kalau dia sedih saat itu. Hubungan seperti ini kami jalani dalam beberapa waktu.
Tapi...ada sedikit yang diluar kebiasaan. Intensitas komunikasi kami berdua semakin lama semakin berkurang. Aku tidak mau berpikiran buruk saat itu. Mungkin dia lagi sibuk berkerja atau lagi cape, dan mungkin karena kegiatan dikampus yang mulai menguras perhatian ku.
Ketika kami bertelepon, sangat jarang kami berdua mengobrol serius. Biasanya langsung to the point untuk suatu hal. Selesai itu langsung tidur. Tidak ada saling mempertanyakan kegiatan masing-masing selama satu hari. Tidak ada berbagi cerita tentang keluh kesah.
Aku kembali tidak mau berpikir buruk. Yang ada dalam pikiranku saat itu hanyalah “yang penting dia senang dan nyaman”. Ckckck...Pikiran yang salah.Dan aku pun menipu diriku sendiri.Aku sebenarnya tidak menikmati hal itu. Sangat-sangat tidak menikmati. Tapi aku berpura-pura sangat menikmatinya. Bener-bener bukan diriku yang sebenarnya.
Kalau pun kami pernah mengobrol, pokok bahasannya tidak akan melenceng jauh dari masalalunya. Tidak apa-apa. Aku bisa menerima hal itu. Setiap orang dimuka bumi ini punya masa lalu. Aku bisa berbesar hati mendengar itu semua. Mendengar pengakuannya.
Puncak dari kegelisahanku adalah ketika aku pulang kerumah ketika liburan semester. Aku tidak sanggup berpura-pura kalau semuanya baik-baik saja. Tapi aku tetap tidak bisa menyuarakan apa yang kurasakan mengenai kegelisahan ini.
Intensitas komunikasi itu semakin kurang dan menghilang. Kacau. Aku semakin kacau. Ketika keluarga kami mendapat kejadian yang buruk, aku juga mendapat kabar yang tak kalah buruk juga. Bertepatan saat itu aku sedang melayat dan ketika acara pemakaman telah selesai,aku memutuskan untuk mengirim pesan singkat kepadanya.
Hari itu bertepatan tanggal 26 Desember 2011, Natal kedua. Isi pesan singkat itu seperti ini, “Sayangnya dirimu samaku? Jujur.” Kira-kira seperti itulah isinya. Saat itu aku mengharapkan dia menjawabnya sambil bercanda seperti yang biasa dia lakukan samaku. Ternyata balasannya sangat-sangat membuat rasa dukaku semakin parah. Aku tidak ingat secara pasti apa isi balasannya. Aku hanya ingat satu kata,yaitu JENUH.
Sesak. Itu respon pertama dariku. Aku tidak tau apa respon pertama darinya. Dan didalam balasannya itu juga tertera makna untuk mengakhiri hubungan ini. Apa yang harus aku lakukan? Ya,pertanyaan yang sangat klise. Jawabannya adalah aku menyerah. Aku tidak punya hak untuk memaksakan kehendakku kepada siapa pun,termasuk dia. Aku mengiyakan permintaannya tanpa ada sedikit pembelaan atau pun minta penjelasan dari dia. Karena hal itu tidak memiliki kegunaan sama sekali.
Aku kembali berpura-pura tegar ketika menjawab permintaannya tersebut. Tapi aku tidak setegar itu. Saat itu tidak air mata yang tumpah. Sama sekali tidak ada. Aku tidak mencoba untuk tegar,tapi karena aku seketika lupa caranya mengeluarkan air mata. Bukan berarti karena tidak air mata pada saat itu,rasa sakit yang kurasakan tidak seberapa, malah saat itu rasa sakitnya benar-benar parah.
Setelah meninggalkan rumah keluarga yang lagi berduka tersebut dan setelah aku tengah berada dikamarku dan merasa aman, air mata itu tumpah tanpa ada persetujuan dari pihak manapun. Tapi aku masih bisa mengontrol diri untuk tidak menjadi bahan bicaraan dan menjadi sasaran pertanyaan-pertanyaan orang rumah karena melihat mataku yang bengkak seperti kena sengat taon.
Aku memutuskan untuk belajar. Belajar untuk melupakan. Sulit. Sangaaaaatt sulit. Rasa sakit itu mengalami masa-masa sulit selama kurang lebih 1 bulan. Dan puncaknya ketika kami sekeluarga pulang kampung pada saat Tahun Baru. Aku sama sekali tidak bisa mengontrol diri saat itu. Sekalipun aku berada dilingkungan yang berbeda saat itu,tidak berarti menyurutkan rasa sakit itu.
Malah aku sering melakukan hal bodoh saat itu.Menyakiti diriku sendiri..Benar-benar tindakan yang bodoh. Aku mencari jalan pintas untuk menghilangkan rasa sakit itu. Yang ku temukan hanya tindakan bodoh itu. Sampai akhirnya salah satu jariku bermasalah.
Ketika tepat pukul 00.00, keluarga melepaskan kembang api. Yang kulakukan saat itu hanya menangis. Menangis dibawah suara ledakan dan dibawah bunga-bunga api. Aku memutuskan untuk meneleponnya untuk mengucapkan selamat tahun baru. Sungguh respon yang sangat jauh dari harapan.
Dan ketika aku kembali menyentuh luka itu dengan melilhat profil Facebooknya,yang kulihat disana adalah statusnya yang mengatakan dia sudah menjalin hubungan dengan seseorang, rasanya perih luar biasa. Rasanya seperti luka yang beri alkohol 99 %. Sedikit hiperbola memang, tapi mau gimana lagi kalau memang seperti itu adanya.
Selama beberapa hari kedepannya adalah saat-saat paling memuakkan untukku. Hingga sekarang luka itu masih sangat segar. Terlalu segar. Dan kalau boleh jujur, aku tidak bisa mempersalahkannya untuk hal ini. Tidak ada seorang pun yang bersalah untuk hal ini. Yang salah hanya keadaan. Keadaan yang mendorong diri kami masing-masing sehingga seperti ini.
“Gak ada gunanya untuk menangisi keadaan.
Gak  ada gunanya marah sama keadaan.
Gak ada gunanya lari dari keadaan.
Aku memilih untuk berdamai dengan keadaan.
Aku memilih untuk bersikap optimis pada keadaan.”



 

0 comments:

Post a Comment

Template by:

Free Blog Templates